Friendster, MySpace, Orkut, Facebook, Twitter, dan kini Google+
Oke, silakan sebut lainnya yang saya tidak tau. Semakin sering saya berurusan dengan jejaring itu, semakin sering juga saya bertemu dengan orang-orang di jejaring dengan berbagai karakter, kekurangan maupun kelebihannya.
Ada yang isinya cuma termehek-mehek persis kyk acara di TV itu, ada yang wall nya dipenuhi umpatan, keluhan dan caci maki, ada yg timeline nya cuma berisi curhatan hati yang tidak pada tempatnya. Semua itu membuat hati ini semakin berkarat rasanya. Walau ada juga yg mencoba tuk memberi inspirasi dan penyejuk hati.
Batas-batas privasi sudah semakin samar. Rahasia keluarga diumbar, hal-hal gak penting ditulis, sampe omongan tanpa ilmu pun dianggapnya menarik untuk disebarkan. Jumlah status atau tweet dan juga follower atau friend dibangga-banggakan.
Pokoknya, tiap berapa menit pegang BB atau smartphone, cek ke jejaring itu. Begitu seterusnya. Entah kalau diakumulasikan, dalam satu hari berapa waktu yang terbuang hanya sekedar untuk menggenggam BB atau device lainnya dan memperhatikan isi layar yang ada. Berharap-harap dan menanti apakah ada status baru yang masuk atau tidak.
Tong kosong nyaring bunyinya, peribahasa itu masih saya pegang erat-erat. Termasuk di jejaring itu. Semakin banyak ‘berbicara’ di jejaring dan semakin banyak respon yang masuk membuat diri seakan-akan menjadi orang penting yang tiap ‘perkataannya’ bak pidato presiden di masa orde baru dulu yang wajib disiarkan seluruh stasiun TV.
Mengumpat, menjelekkan, dan menyindir lewat jejaring hanya akan menunjukkan kekerdilan jiwa si pengumpat. Berdalih untuk mengingatkan, tapi lewat jalur umum yang bisa dibaca banyak orang dan secara tak lansung mempertontonkan aib orang? Kerdil!
Dengan banyaknya teman dan respon yang masuk juga, kecenderungan akan kesenangan diri untuk dipuji dan diperhatikan atau minta dipehatikan sesama pengguna jejaring akan semakin meningkat dibandingkan dengan meminta perhatian Sang Pencipta otak si pembuat jejaring-jejaring itu.
Deactivate account? Sementara ini mungkin tidak. Hanya mengurangi intensitas sepertinya. Sayōnara…
“Dengan banyaknya teman dan respon yang masuk juga, kecenderungan akan kesenangan diri untuk dipuji dan diperhatikan atau minta dipehatikan sesama pengguna jejaring akan semakin meningkat dibandingkan dengan meminta perhatian Sang Pencipta otak si pembuat jejaring-jejaring itu.”
Setuju dengan quote di atas. Mari gunakan socmed dan dunia maya sebagai lahan dakwah dan mudah-mudahan menjadi amal jariyah online setelah kitatiada kelak. Sambil terus berupaya meluruskan njat tentunya. Good reminder, anyway.
sepeikiran nih 🙂 ….. dah amat sgt bosen dgn fb … punya jg lantaran buat tukar message sama sodara di tanah air, more ? … , no thanks 🙂
mending ngebelog 🙂
apa kabar ?
Hello world 😀
ya…namanya jg jejaring sosial yg membernya dari berbagai model orang….untung saja para binatang gak ikut jd member, klo ikut pasti rame dengan mbek, auman atau desisan. Apapun itu, pasti ada pro dan kontranya. Bagi yg tdk senang, gampang saja, tinggal keluar….beres to…gitu aja kok repot….
blog termasuk ngak ya? 😀
bukan sayonara donk, jaa mata ashita ne (sampai jumpa).. belum sampe deactive account kan ;;)
*sedang mengingat2 apakah sayah termasuk org2 yg ‘kerdil’ itu*
klo blum di-deactivate blom sayonara dong ah 😀
fesbuk saya isinya cuma temen2 blogger
ga ada yang lain
begitupun g terlalu aktif
emang g ada waktunya sih
twitter g ikut2
google+ jg engga
nge blog aja yang masih hehehe