Waspada akan manusia separuh iblis
Berjenis wanita bernama feminis
Tolak syari’at bicara sok kritis
Sering dengan nada sinis
Sebut ukhti tekstualis
Padahal mereka cuma mengais
Dari sampah pikiran kafir najis
Mereka lancang bicara:
“Jilbab itu budaya…”
“Jadi cintailah produk kita…!”
Tapi ukhti harus waspada
Karena itu tipuan belaka
Mereka sendiri malu pake koteka
Dengan nyelekit
Mereka bilang, “Poligami amit-amit…”
“Hanya bikin sakit hati…”
Hasilnya? Suami pergi tanpa pamit
Selingkuhpun terjadi tak sedikit
Hingga perzinaan dilakukan di gang sempit
Mereka sibuk melombakan kefasikan
Melalui kontes ratu-ratuan
Obral aurat dijual murahan
Iman dan akhlak bukan ukuran
Layaknya di pasar hewan
Yang dinilai hanya keelokan, kemolekan, dan kemontokan
“Kita harus menjadi wanita mandiri…”
“Setara itu harga mati…”
Diucapkan dengan tak tahu diri
Lupakan fitri ciptaan Rabbul Izzati
Tapi, renungkanlah dengan teliti
Dan lihatlah profesi koki
Mengapa banyak dilakukan lelaki
Tapi kami tak pernah tuntut emansipasi
Wahai wanita beriman…
Jangan hiraukan syubhat murahan
Berteduhlah di bawah naungan Al-Qur’an
Mengikutlah pada Rasul akhir zaman
Sepaham dengan Sahabat era keemasan
Hikmah kan muncul ke permukaan
Jannah menanti dengan yakut dan marjan
.
Aria Ibnu Solihun
Disadur dari Majalah Qiblati, edisi 04 tahun IV, hal. 33
wah, tulisannya sangat mengena , hehehe, memang sih kalo dipikir , better poligami daripada selingkuh , but , menerima itu merupakan hal yang susah buat 99% wanita di dunia ……
“Mereka sekolah tinggi2 tapi jauh lebih kasar dan buas mirip hewan. Apa jangan2 situ yg gak sekolah, gak ngerti sarkasme kan? hehe *peace* ”
adit maav…….bahasanya krg nyaman dibaca….sepertinya krg pas klo adit nulis balasan mcm begini…apalagi itu terucap dari seorg adit…bwt saya ini balasan yg krg wise…:)
@adit-nya niez Senang berkenalan dengan mas adit… terima kasih sudah berkunjung ke blog saya di cybermq 🙂 …
yups, sayangnya ajakan untuk berjilbab yang benar hanya berkutat disatu kalangan, sehingga menjudge yang lain salah, padahal mereka belum paham hakikatnya. kan sayang tuh. hehehe…
sangat menarik 🙂
loha dit, piye kabar?..
puisi nya bagus euy, meski saduran..tp thanks dah put d blogny adit, jadi bisa ikutan baca 🙂
@Janten: begini ya mbak / mas janten…penulis puisi itu gak bermaksud menyamakan poligami dengan zina. poligami yang syar’ie adalah syariat yang mulia sedangkan zina adalah termasuk dosa besar…begini lho maksud puisi itu….kaum liberal / feminis dan musuh-musuh islam menuduh poligami adalah bentuk penyiksaan / kekerasan terhadap perempuan..tapi dengan keyakinan mereka itu mereka tidak dapat lari dari realita bahwasanya dimasyarakat zina dan selingkuh merajalela, hanya dengan poligami yang memenuhi kiteria yang bisa menjadi solusi atas kebobrokan moral dimasyarakat tersebut..gitu lohhhhh
@Janten:
Saya gak hapus, tapi komen situ masuk moderasi akismet. FYI, sebelum ini juga ada komentar dengan nada serupa kyk situ, gak saya apus tuch. Mungkin komen situ terlalu kasar kali yee. Blog ini emang rada sensitif tuh sama yg suka menghina2 gtu…
Ah, gak juga sih… Kalo Anda berkata penulis asli tulisan ini picik, saya justru berpikir sebaliknya. Yg poligami siapa, yg protes siapa. Sampe ngata2in bpikiran mesum segala. Aneh…
Kalo ngerasa gak bisa adil ya gak usah. Kalo bisa ya silakan, toh syariat berkata demikian. Kalo situ gak mau poligami, ya gak usah. Gak perlu caci maki yg berpoligami. Gitu aja kok repot…
Komen saya ko diapus, mas? Padahal pro kontra itu sehat lho, tapi ga pa pa ko, thanx
PICIK sekali, ko POLIGAMI di bandingkan dengan ZINA.ha ha, yg nulis puisi nih otakny mesum kali ye?
Assalamu’alaikum…
Weleh2x….ternyata puisi ‘sederhana’ aye byk yg komeng ya… :blush: ih jadi malu….oya kenalin dong…aye Aria Ibn Solihun yg ‘garap’ puisi tu, thx bgt buat adiet n niez-nya…temen2x para kritikus sastra byk yng ngapresiasi…emang nih puisi lahir gitu aza ktika dada ini tlah membuncah kebenciannya kpd orang2 spilis (sekulerisme, pluralisme, n liberalisme). oya dit aye py satu lagi puisi mngkn sohib2 bs mengkritisinya…ambil za di http://www.ariaindra.worpdress.com. silahkan :)>- judule maksiat oh maksiat…n puisi ini pernah dimuat di qiblati edisi 6 thn 3 tp ini yang full version…
yah, kembmali ke pegangan kite yee
hmmm… salut ama yg buat… nice post..
tpi.. saat liat di bawah.. ealah.. saduran to..??
pantes aja kok bagus bener mas… 🙂
@Andi Badrun:
Ah masa??? Kok di komentar2 awal banyak yang bilang bagus yah. Malah ada yg mengaitkan dengan sastra tuh… ;))
Liat tuh para anggota DPR/DPRD, atau juga mahasiswa2 yang mengatasnamakan diri mereka dengan “suara rakyat” sampai2 berdemo rusuh. Mereka sekolah tinggi2 tapi jauh lebih kasar dan buas mirip hewan. Apa jangan2 situ yg gak sekolah, gak ngerti sarkasme kan? hehe *peace*